Mau pilih barang impor atau barang lokal? Pertanyaan ini sering diajukan ketika kita akan membeli suatu barang. Banyak yang merekomendasikan barang impor karena kualitasnya yang lebih baik dan lebih prestise. Namun, apakah kita terlalu underestimate terhadap barang-barang lokal?
Tergantung pada harga dan kualitas dari suatu produk lokal. Jika pada kenyataannya barang-barang lokal yang dijual memiliki harga murah namun kualitas yang rendah, maka masyarakat akan berpikir 2 kali untuk membeli barang tersebut.
Harga yang murah tak lantas menjadikan barang akan langsung diburu. Saat ini masyarakat cukup cerdas mencari barang berkualitas baik dengan harga yang cukup terjangkau. Tak jarang barang-barang impor justru menawarkan harga yang lebih murah dibandingkan harga barang lokal. Barang-barang impor murah juga sudah menjamur di pasar dan disambut baik oleh masyarakat.
Keunggulan Barang-Barang Impor Murah Di Indonesia
Barang-barang impor murah di Indonesia sebagian besar didatangkan dari Cina. Cina dikenal sebagai pemasok barang murah terbesar di dunia dan memiliki pangsa pasar yang luas. Dalam kehidupan kita sehari-hari barang-barang impor menghiasi koleksi dan kebutuhan kita seperti tas, sepatu, pensil, pulpen sampai sendok dan garpu. Selain Cina, Korea Selatan kini juga mulai berekspansi memasarkan produknya ke Indonesia. Tidak hanya alat komunikasi dan transportasi saja melainkan barang-barang primer seperti baju, kaos, atau celana.
Seperti di kota pahlawan, Surabaya sudah banyak mal yang menjual barang-barang impor murah yang didatangkan dari negara K-pop tersebut. Barang-barang yang dijajakan biasanya berupa barang bekas yang masih layak pakai. Harga yang ditawarkan pun sangat menggiurkan. Misalnya 1 baju bekas Made in Korea dibandrol hanya 45 ribu rupiah dengan kondisi fisik yang cukup baik. Perawatan baju bekas umumnya tidak begitu sulit dan hampir sama seperti perawatan baju asli.
Barang-Barang Lokal Sulit Bersaing Dengan Barang-Barang Impor Murah
Ironisnya, banyak barang-barang murah lokal yang sulit tembus ke pasar mancanegara. Kalau pun tembus, jumlahnya pun tidak sebanyak produk-produk impor yang berseliweran sampai ke toko kelontong. Hal ini disebabkan oleh aturan ekspor impor antar negara. Di Indonesia biaya masuk barang melalui bea cukai hanya dikenakan tarif sebesar 5% sedangkan di luar negeri seperti Korea Selatan rata-rata tarif bea cukainya sampai dengan 50%.
Disini jelas bahwa pemerintah seharusnya mengkaji kembali tentang pemberlakuan tarif bea cukai. Tarif bea cukai seharusnya ditentukan secara sepadan misalnya di jika Indonesia memberlakukan tarif bea cukai 5% maka negara lain juga menerapkan 5%, sehingga penerapan kebijakan yang sepadan tidak memberatkan satu pihak saja. Dengan demikian barang-barang impor murah dan barang-barang lokal dapat bersaing secara internasional dan lebih fair.
Perbedaan Barang-Barang Impor Murah Dengan Barang Lokal
Melihat contoh kasus di atas, sudah saatnya kita menilik beberapa perbandingan antara barang-barang impor murah yang dijual dengan barang-barang dalam negeri. Kita dapat melihat perbandingan tersebut dengan mengamati apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kedua barang tersebut seperti dari harga pasarannya. Adapun beberapa faktor lain yang mempengaruhi perbedaan kedua produk tersebut diantaranya :
- Bahan baku barang-barang impor murah dengan barang lokal murah
Cina menggunakan bahan baku yang sebenarnya relatif tidak aman untuk digunakan dalam sebagai bahan utama suatu produksi, sebut saja mainan anak. Kita sering melihat label “Made in China” dalam mainan anak-anak mulai dari mobil-mobilan, boneka barbie, puzzle dan lain-lain.
Bahan-bahan yang digunakan seperti plastik pernah diteliti dan hasilnya cukup mengejutkan yakni mengandung merkuri. Merkuri sendiri adalah bahan logam yang sering digunakan dalam industri serta dapat mencemari lingkungan. Tidak hanya berdampak buruk bagi lingkungan tapi juga kesehatan. Penggunaaan merkuri dalam jangka panjang dapat mengakibatkan penyakit kronis jantung, liver dan kanker.
Oleh sebab itu, mainan anak yang diimpor dari luar negeri harus melalui penyaringan terlebih dahulu. Setelah melalui proses penyaringan, mainan anak tersebut akan diberi logo SNI sebagai standar mutu nasional. Dengan kata lain mainan tersebut aman dari bahan-bahan berbahaya. Barang-barang lokal sebenarnya cukup aman walaupun sebagian ada yang belum diuji keamanan dan kelayakannya.
Yang menjadi patokan lagi-lagi adalah harga yang ditawarkan jauh lebih murah dari mainan buatan lokal. Sedangkan produsen barang lokal biasanya akan memikirkan biaya produksi dengan modal yang sudah dikeluarkan sehingga ketika ingin meraup untung besar, mereka terkesan maemaksa dalam mematok harga sehingga konsumen beralih ke barang-barang impor yang harganya jauh lebih murah yang disesuaikan dengan budget.
- Biaya kirim yang disubsidi oleh pemerintah
Menyambung dengan poin pertama, Cina mendapat subsidi pemerintah untuk ongkos kirim ekspor barangnya. Subsidi ini sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap peningkatan ekonomi negara bahkan daerah terpencil juga tidak luput dari perhatian. Pemerintah melihat setiap potensi yang bisa dihasilkan dari daerah tersebut. Jika sudah terlihat, maka pemerintah akan membantu biaya barang yang diproduksi. Cina sendiri saat ini sedang fokus untuk menjual produknya ke luar negeri agar devisa negara bertambah sesuai dengan kurs mata uang.
Strategi yang bagus ini menjadikan Cina sebagai negara dengan ekonomi terkuat di dunia bersaing dengan Amerika Serikat. Bandingkan dengan Indonesia, dimana pemerintah tampaknya masih belum mendukung sepenuhnya pemasaran produk UKM sampai luar negeri. Sulitnya akses ke daerah terpencil dan hanya melihat peluang di satu tempat membuat barang lokal cenderung statis.
- Persaingan antar barang-barang impor murah
Persaingan antar barang-barang impor murah ternyata berdampak positif bagi perekonomian suatu negara. Dengan persaingan tersebut mereka seakan berkompetisi untuk terus berinovasi dengan mengamati minat konsumen secara kontinyu.
Cara untuk merebut hati para konsumen adalah dengan memberikan pelayanan terbaik berupa harga yang murah sebanding dengan kualitas barang yang dijual. Sedangkan persaingan Indonesia lagi-lagi terganjal oleh biaya modal dan produksi yang belum disubsidi. Kalau pun sudah ada fasilitas pinjaman koperasi, pinjaman untuk biaya produksi tersebut belum mencangkup biaya pengiriman ke pelosok daerah karena sulitnya akses yang ditempuh akibat fasilitas yang kurang memadai.
Beberapa faktor di atas baru sebagian saja yang mempengaruhi barang-barang impor murah lebih diminati daripada barang lokal murah sekalipun. Kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang terlatih juga menjadi kendala barang lokal sulit bersaing dengan barang impor khususnya dari Cina. Padahal Indonesia memiliki angkatan kerja produktif yang tinggi dan hampir sejajar dengan Cina. Namun, realitanya, banyak angkatan kerja yang menganggur karena kurangnya pengalaman atau keahlian yang dikuasai, sehingga negara lebih mengandalkan barang-barang impor daripada brang lokal buatan anak bangsa.
Sudah saatnya kita lebih mempertimbangkan dalam mengonsumsi produk. Barang-barang impor murah memang menggiurkan para konsumen tapi alangkah baiknya kita juga mulai melirik barang lokal murah yang kualitasnya tidak kalah dengan barang impor.